Ada
sebagian orang tidak bersedia bersiap untuk menerima hidayah dan tidak pula
memperhatikannya. Semisal Allah sang Kholiq pemilik langit dan bumi menjanjikan
karunia-Nya, namun kebanyakan kita lebih percaya sama janji selainnya, karena
kehidupan yang disandarkan pada materil maka imannya tidak dominan di hati.
Inilah tipuan iblis yang menilaikan kepada materi sebagai biang
materialisme disematkan pada si iblis bermula ketika ia berkata lebih mulia
dari Adam, karena Adam materi tanah sedangkan dia dibuat dari api.
Iblis tidak dilihat perintah Allah-Nya, tetapi iblis lebih menilaikan kepada materi dirinya lalu merasa mulia dan semuanya timbul dari kesombongan materi. Ilmu ini ditularkan kepada manusia, dimana propaganda keseharian kita terasa segala sesuatunya dinilai dari materi dan kesombongan ala iblis. Dari sinilah yang membuat Iman melemah bahkan bila dituruti bisa jadi imannya musnah, karena kesan yang ada bakalan dunia yang dikejar dengan menghalalkan segala cara.
Sehubungan dengan hidayah adalah mereka yang beriman dan mengamalkan amal sholeh mentaati perintah-Nya, sebaliknya bagi yang tidak Allah Taala telah berfirman:
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu. (QS. al-Anfal [8] : 23).
Sebagian orang tidak memperhatikan apakah dirinya beroleh petunjuk ataukah sesat tidak ada perhatian untuk menuntut ilmu agama atau tidak menuntutnya dengan prioritas.
Akan tetapi, seandainya keluarganya tidak punya roti (beras), tentulah problem ini lebih penting baginya daripada mengetahui makna surat al Fatihah atau hal-hal yang dapat menunjukinya kepada masalah-masalah agamanya yang bersfiat fardhu ain atau sunnah Nabi Shallahu alahi wasslam dalam sholatnya.
Allah SWT Berfirman, Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta darinya. (QS. An-Naml [27] : 66)
Hidayah ialah menerima perkara-perkara agama yang harus dipegang sebagai the way of life. Sebagian manusia ketika bermitra dengan thagut, mengandalkan segala penghambaan selain ketaatan kepada Allah, padahal Allah memperintahkan dirinya, maka sama saja dirinya mempersilahkan hidayah menjauh.
Hidayah, memenuhi seruan Allah, baik dalam amal sholeh apapun, tidak berpengaruh ketika kita masih dalam keadaan terlalaikan, baik faktor kebiasaan yang meremehkan Agama, lingkungan dan pergaulan.
Beliau Shallahu alaihi was salam pernah bersabda pula, Seseorang itu dinilai berdasarkan tuntunan teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman dekatnya. (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).
Ada sebagian orang tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah dan tidak pula memperhatikannya. Disuruh berjilbab, sholat, sedekah, hijrah dari lingkungan tidak Islami, maka penilaiannya adalah materi kenyamanan dirinya, bukan lagi Allah, dan akhirnya timbul kesombongan meremehkan Quran dan Sunnah.
Sehubungan dengan hal ini Allah Taala sekali lagi telah berfirman:
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu. (QS. al-Anfal [8] : 23).
Iblis tidak dilihat perintah Allah-Nya, tetapi iblis lebih menilaikan kepada materi dirinya lalu merasa mulia dan semuanya timbul dari kesombongan materi. Ilmu ini ditularkan kepada manusia, dimana propaganda keseharian kita terasa segala sesuatunya dinilai dari materi dan kesombongan ala iblis. Dari sinilah yang membuat Iman melemah bahkan bila dituruti bisa jadi imannya musnah, karena kesan yang ada bakalan dunia yang dikejar dengan menghalalkan segala cara.
Sehubungan dengan hidayah adalah mereka yang beriman dan mengamalkan amal sholeh mentaati perintah-Nya, sebaliknya bagi yang tidak Allah Taala telah berfirman:
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu. (QS. al-Anfal [8] : 23).
Sebagian orang tidak memperhatikan apakah dirinya beroleh petunjuk ataukah sesat tidak ada perhatian untuk menuntut ilmu agama atau tidak menuntutnya dengan prioritas.
Akan tetapi, seandainya keluarganya tidak punya roti (beras), tentulah problem ini lebih penting baginya daripada mengetahui makna surat al Fatihah atau hal-hal yang dapat menunjukinya kepada masalah-masalah agamanya yang bersfiat fardhu ain atau sunnah Nabi Shallahu alahi wasslam dalam sholatnya.
Allah SWT Berfirman, Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta darinya. (QS. An-Naml [27] : 66)
Hidayah ialah menerima perkara-perkara agama yang harus dipegang sebagai the way of life. Sebagian manusia ketika bermitra dengan thagut, mengandalkan segala penghambaan selain ketaatan kepada Allah, padahal Allah memperintahkan dirinya, maka sama saja dirinya mempersilahkan hidayah menjauh.
Hidayah, memenuhi seruan Allah, baik dalam amal sholeh apapun, tidak berpengaruh ketika kita masih dalam keadaan terlalaikan, baik faktor kebiasaan yang meremehkan Agama, lingkungan dan pergaulan.
Beliau Shallahu alaihi was salam pernah bersabda pula, Seseorang itu dinilai berdasarkan tuntunan teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman dekatnya. (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).
Ada sebagian orang tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah dan tidak pula memperhatikannya. Disuruh berjilbab, sholat, sedekah, hijrah dari lingkungan tidak Islami, maka penilaiannya adalah materi kenyamanan dirinya, bukan lagi Allah, dan akhirnya timbul kesombongan meremehkan Quran dan Sunnah.
Sehubungan dengan hal ini Allah Taala sekali lagi telah berfirman:
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu. (QS. al-Anfal [8] : 23).
Sumber:http://www.facebook.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar