Seekor
kelinci muda menampakkan wajah gelisah ketika berada di sebuah kandang. Walau
daun-daun segar selalu tersedia setiapkali ia ingin makan, kandang baginya
sebuah penjara yang menghalanginya menikmati kebebasan di luar sana. Kamu ingin
bebas dari kandang ini, anakku? ucap seekor kelinci tua tiba-tiba. Warna
bulunya yang tidak lagi cerah, menunjukkan kalau si pemilik suara itu sudah begitu
lama mengenyam kehidupan.
Tentu saja! Aku ingin bebas di luar sana! jawab si kelinci muda setelah menoleh ke arah kelinci tua.
Persahabatan dua kelinci itu memang tergolong baru. Ketika kelinci muda dimasukkan ke kandang oleh sang pemilik, kelinci tua sudah ada di situ. Ia tidak tahu persis, sudah berapa lama kelinci tua itu menetap di kandang yang tak lebih baginya sebagai sebuah penjara.
Belum lagi dua kelinci itu melanjutkan percakapannya, tangan sang pemilik tiba-tiba menjulur ke kandang. Sepertinya, tangan itu hendak meraih kelinci tua. Dan benar saja, sang kelinci tua berhasil terpegang setelah sebelumnya menunjukkan penghindaran.
Tangan sang pemilik pun mengeluarkan sang kelinci tua di sebuah rerumputan tak jauh dari kandang. Tapi, kelinci tua itu tidak mau bergerak. Ia tetap diam. Sepertinya, sang kelinci tua ingin kembali dimasukkan kedalam kandang.
Seperti memahami bahasa tubuh kelinci, sang pemilik pun kembali memasukkan kelinci tua kedalam kandang.
Aneh, kenapa bapak tidak memanfaatkan kesempatan untuk bebas? Apa bapak lebih senang berada di sini daripada di luar sana? sergah sang kelinci muda sesaat setelah kelinci tua kembali berada dalam kandang.
Anakku, ucap sang kelinci tua. Tidak selamanya kebebasan itu baik. Justru, aku lebih aman berada dalam kandang ini daripada di luar sana! lanjut sang kelinci tua.
Bapak takut berada di luar sana? Bukankah kita bisa berlari cepat jika ada yang membahayakan kita? tanya kelinci muda lagi.
Sebenarnya jawab kelinci tua. Aku lebih takut pada kebebasan diriku sendiri daripada mangsa di luar sana. Karena bagiku, kebebasanlah yang membuatku lengah dari berbagai bahaya. Dan kebebasan pula yang membuatku menjadi bodoh untuk membedakan mana yang aman dan mana yang membahayakan.
Sang Pemilik kehidupan memberikan kebebasan bagi kita untuk memilih: mau bebas atau terpenjara dalam aturannya. Sayangnya, tidak sedikit dari kita yang mampu melihat bahwa penjara itu jauh lebih baik dari kebebasan.
Padahal, seperti yang diucapkan sang kelinci tua, Kebebasanlah yang menjadikan diri bodoh untuk membedakan mana yang aman, dan mana yang bahaya!
Dengan dalih kebebasan tidak berjilbab, tidak mengaji, menghabiskan masa muda dengan membiarkannya tanpa aturan, anak-anak yang mau bebas, istri dan suami yang mau bebas tanpa arah, justru sering kita saksikan malah menimbulkan kejahiliahan yang berakhir kepada malapetaka tercorengnya kehormatan.
Terpenjara disini ialah pilihan hidup dalam Syariat Allah bukan penjara yg sebenarnya, malah hinalah budak dunia yang mau hidup bebas tanpa arah, penjara ini sejatinya ialah hati yang terpisah dengan kebatilan. Baik pendirian hati yg teguh memegang Agama.
Penjara bisa berupa kisah nyata pemuda dalam Gua Al Kahfi, Gua Hira, dan hijrah memisahkan diri dari kegelapan kepada cahaya.
Bila kita berpedoman, Saya mau bebas menghamburkan harta, tanpa mau berbagi, saya mau bebas bergaul tanpa membatasi diri, saya mau bebas berdagang tanpa melihat halal dan haram, saya mau bebas menjalani kehidupan tanpa aturan dan dalih kebebasan lainnya diluar Islam, maka yang ada ia meninggalkan petunjuk.
Islam adalah cahaya yang dibawa Rosulullah SAW adalah kebebasan sejati, dari penghambaan kepada dunia dan manusia menuju cahaya penghambaan kepada Allah SWT. Syiarkan Islam dan genggamlah kepada semua kalangan, tanpa terkecuali itulah tugas kita sebagai khalifah didunia ini. Dunianya Allah SWT sebagai tempat menguji hamba-hamba-Nya genggamlah Quran dan Sunnah Rosulullah agar kita tidak tersesat.
Tentu saja! Aku ingin bebas di luar sana! jawab si kelinci muda setelah menoleh ke arah kelinci tua.
Persahabatan dua kelinci itu memang tergolong baru. Ketika kelinci muda dimasukkan ke kandang oleh sang pemilik, kelinci tua sudah ada di situ. Ia tidak tahu persis, sudah berapa lama kelinci tua itu menetap di kandang yang tak lebih baginya sebagai sebuah penjara.
Belum lagi dua kelinci itu melanjutkan percakapannya, tangan sang pemilik tiba-tiba menjulur ke kandang. Sepertinya, tangan itu hendak meraih kelinci tua. Dan benar saja, sang kelinci tua berhasil terpegang setelah sebelumnya menunjukkan penghindaran.
Tangan sang pemilik pun mengeluarkan sang kelinci tua di sebuah rerumputan tak jauh dari kandang. Tapi, kelinci tua itu tidak mau bergerak. Ia tetap diam. Sepertinya, sang kelinci tua ingin kembali dimasukkan kedalam kandang.
Seperti memahami bahasa tubuh kelinci, sang pemilik pun kembali memasukkan kelinci tua kedalam kandang.
Aneh, kenapa bapak tidak memanfaatkan kesempatan untuk bebas? Apa bapak lebih senang berada di sini daripada di luar sana? sergah sang kelinci muda sesaat setelah kelinci tua kembali berada dalam kandang.
Anakku, ucap sang kelinci tua. Tidak selamanya kebebasan itu baik. Justru, aku lebih aman berada dalam kandang ini daripada di luar sana! lanjut sang kelinci tua.
Bapak takut berada di luar sana? Bukankah kita bisa berlari cepat jika ada yang membahayakan kita? tanya kelinci muda lagi.
Sebenarnya jawab kelinci tua. Aku lebih takut pada kebebasan diriku sendiri daripada mangsa di luar sana. Karena bagiku, kebebasanlah yang membuatku lengah dari berbagai bahaya. Dan kebebasan pula yang membuatku menjadi bodoh untuk membedakan mana yang aman dan mana yang membahayakan.
Sang Pemilik kehidupan memberikan kebebasan bagi kita untuk memilih: mau bebas atau terpenjara dalam aturannya. Sayangnya, tidak sedikit dari kita yang mampu melihat bahwa penjara itu jauh lebih baik dari kebebasan.
Padahal, seperti yang diucapkan sang kelinci tua, Kebebasanlah yang menjadikan diri bodoh untuk membedakan mana yang aman, dan mana yang bahaya!
Dengan dalih kebebasan tidak berjilbab, tidak mengaji, menghabiskan masa muda dengan membiarkannya tanpa aturan, anak-anak yang mau bebas, istri dan suami yang mau bebas tanpa arah, justru sering kita saksikan malah menimbulkan kejahiliahan yang berakhir kepada malapetaka tercorengnya kehormatan.
Terpenjara disini ialah pilihan hidup dalam Syariat Allah bukan penjara yg sebenarnya, malah hinalah budak dunia yang mau hidup bebas tanpa arah, penjara ini sejatinya ialah hati yang terpisah dengan kebatilan. Baik pendirian hati yg teguh memegang Agama.
Penjara bisa berupa kisah nyata pemuda dalam Gua Al Kahfi, Gua Hira, dan hijrah memisahkan diri dari kegelapan kepada cahaya.
Bila kita berpedoman, Saya mau bebas menghamburkan harta, tanpa mau berbagi, saya mau bebas bergaul tanpa membatasi diri, saya mau bebas berdagang tanpa melihat halal dan haram, saya mau bebas menjalani kehidupan tanpa aturan dan dalih kebebasan lainnya diluar Islam, maka yang ada ia meninggalkan petunjuk.
Islam adalah cahaya yang dibawa Rosulullah SAW adalah kebebasan sejati, dari penghambaan kepada dunia dan manusia menuju cahaya penghambaan kepada Allah SWT. Syiarkan Islam dan genggamlah kepada semua kalangan, tanpa terkecuali itulah tugas kita sebagai khalifah didunia ini. Dunianya Allah SWT sebagai tempat menguji hamba-hamba-Nya genggamlah Quran dan Sunnah Rosulullah agar kita tidak tersesat.
Sumber:http://www.facebook.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar