Ingatlah
tentang awal niat menikah yang hanya untuk beribadah kepada Allah. ingatkan
juga pasangan kita bahwa pernikahan adalah ladang amal bagi kita untuk meraih
syurga. Ketika pikiran sehat itu kompak dibentuk oleh kita dan pasangan, maka
insya Allah akan selalu ada kebersamaan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah
tangga kita.
Ada pelajaran manis yang bisa kita petik dari rumah tangga Rosulullah Salallahu a'alaihi wassalam dengan istri beliau khadijah. Saat itu Nabi baru menerima wahyu pertama di Gua Hira. Nabi shallallahu alaihi wasallam pulang ke rumah dan sang istri Khadijah melihat beliau dalam keadaan gemetar fisik dan hatinya. Beliau masuk dan berkata: selimuti aku, selimuti aku...
Beliaupun juga berkata: Khadijah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah.
Khadijah menjawab, Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim, menanggung beban, memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan.
Subhanallah, itulah pelajaran berharga dari manisnya sebuah sikap memahami yang menyamankan. Khadijah tanpa protes dahulu saat melihat suaminya yang panik, dan malah sebaliknya, langsung memahami sang suami yang tengah khawatir dan panik tersebut dengan memberikan halusnya kata sebagai timbal balik, dan sikap membangun kepekaan.
Dia menyelimuti Rosulullah, dan menenangkan Beliau dengan berkata :
Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya.
Sikap memahami yang dilakukan oleh Khadijah seperti ini mampu meredam suasana hati Rosululah.
Selain itu, pilihan kata yang diucapkannya mampu menghilangkan kepanikan suaminya. Khadijah tahu bahwa kalimat yang intinya menyandarkan kenyamanan hanya kepada Allah adalah puncak kenyamanan dan kepasrahan bagi Rosulullah SAW. Cara berkomunikasi ibunda kita khadijah tersebut mengalir jujur dan bukan basa-basi, sehingga menyejukkan hati yang sedang panas, menenangkan jiwa yang sedang gemetar, serta memantapkan keyakinan akan pertolongan Allah.
Inilah Komunikasi dan pemahaman terbaik yang sangat dahsyat antara suami istri yang tanpa pelatihan berbelit, dan atau dengan konsep yang rumit. Semua berasal dari sebuah ketulusan. Ketulusan menerima pasangan kita apa adanya, sepaket dengan bagaimanapun keadaan atau kondisinya yang lalu, serta yang akan datang. Termasuk juga ketulusan untuk merangkul kembali mereka bangkit demi menjadi yang lebih baik.
Ada pelajaran manis yang bisa kita petik dari rumah tangga Rosulullah Salallahu a'alaihi wassalam dengan istri beliau khadijah. Saat itu Nabi baru menerima wahyu pertama di Gua Hira. Nabi shallallahu alaihi wasallam pulang ke rumah dan sang istri Khadijah melihat beliau dalam keadaan gemetar fisik dan hatinya. Beliau masuk dan berkata: selimuti aku, selimuti aku...
Beliaupun juga berkata: Khadijah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah, aku khawatir diriku akan tertimpa musibah.
Khadijah menjawab, Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Engkau benar-benar jujur dalam ucapan, menjaga silaturahim, menanggung beban, memuliakan tamu dan membantu orang yang kesulitan.
Subhanallah, itulah pelajaran berharga dari manisnya sebuah sikap memahami yang menyamankan. Khadijah tanpa protes dahulu saat melihat suaminya yang panik, dan malah sebaliknya, langsung memahami sang suami yang tengah khawatir dan panik tersebut dengan memberikan halusnya kata sebagai timbal balik, dan sikap membangun kepekaan.
Dia menyelimuti Rosulullah, dan menenangkan Beliau dengan berkata :
Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya.
Sikap memahami yang dilakukan oleh Khadijah seperti ini mampu meredam suasana hati Rosululah.
Selain itu, pilihan kata yang diucapkannya mampu menghilangkan kepanikan suaminya. Khadijah tahu bahwa kalimat yang intinya menyandarkan kenyamanan hanya kepada Allah adalah puncak kenyamanan dan kepasrahan bagi Rosulullah SAW. Cara berkomunikasi ibunda kita khadijah tersebut mengalir jujur dan bukan basa-basi, sehingga menyejukkan hati yang sedang panas, menenangkan jiwa yang sedang gemetar, serta memantapkan keyakinan akan pertolongan Allah.
Inilah Komunikasi dan pemahaman terbaik yang sangat dahsyat antara suami istri yang tanpa pelatihan berbelit, dan atau dengan konsep yang rumit. Semua berasal dari sebuah ketulusan. Ketulusan menerima pasangan kita apa adanya, sepaket dengan bagaimanapun keadaan atau kondisinya yang lalu, serta yang akan datang. Termasuk juga ketulusan untuk merangkul kembali mereka bangkit demi menjadi yang lebih baik.
Sumber:www.facebook.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar