ejatan moral manusia dibawah
slogan kebebasan yang semu. Sebuah kebebasan yang hakekatnya adalah mentaati
dan menyembah setan.
Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163].
Pemikiran Liberal masuk ke dalam tubuh kaum muslimin melalui para penjajah kolonial. Kemudian disambut orang-orang yang terperangah dengan modernisasi Eropa waktu itu. Muncullah dalam tubuh kaum muslimin madrasah al-Ishlahiyah (aliran reformis) dan madrasah at-tajdîd (aliran pembaharu) serta al-’Ashraniyûn (aliran modernis) yang berusaha menggandengkan Islam dengan liberal ditambah dengan banyaknya pelajar muslim yang dibina para orientalis di negara-negara Eropa.
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran dan pola pemikiran Barat (westernisasi) dan menghilangkan aqidah Islam dari tubuh kaum muslimin serta memberikan jalan kemudahan kepada musuh-musuh Islam dalam menghancurkan kaum muslimin.
Karena itu seorang orientalis bernama Gibb menyatakan: “Reformasi adalah program utama dari liberalisme Barat. Kita tinggal menunggu saja semoga orientasi tersebut dari kalangan reformis bisa menjadi semacam managerial modern untuk menggali nilai-nilai liberalisme dan humanisme”.[Menjawab Modernisasi Islam hal 178].
Tidak sedikit pembatal-pembatal ke-Islaman yang terkandung dalam arus ideologi yang satu ini. Diantaranya:
1. Kekufuran
2. Berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala .
3. Menghilangkan aqidah al-Wala dan bara’.
4. Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum Islam.
Sehingga para ulama menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana tertuang dalam fatwa ulama yang dimuat dalam Harian al-Jazirah, edisi Selasa tanggal 11 Jumada Akhir tahun 1428 H.
ASAS PEMIKIRAN LIBERAL
Secara umum asas liberalisme ada tiga. Yaitu kebebasan, individualisme, rasionalis (‘aqlani, mendewakan akal).
Asas Pertama, Kebebasan : Yang dimaksud dengan asas ini, ialah setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah.
Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [al-Jâtsiyah/45:18].[4].
Asas Kedua, Individualism (al-fardiyah) : Dalam hal ini meliputi dua pengertian.
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan pragmatisme.
Asas ketiga, yaitu rasionalisme (aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:
1. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar materi yang dapat disaksikan (abstrak). Dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, panca indera dan percobaan.
2. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga menurut mereka, manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideology toleransi (Mabda’ at-Tasâmuh). Hakekatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid (menentang Allah dan RasulNya).
Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata. Sehingga menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. Ta’alallahu ‘Amma Yaquluna ‘Uluwaan kabiran (Maha Tinggi Allah dari yang mereka ucapkan).
3. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan versi seluruh kelompok liberal adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hukum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.
ISLAM DAN LIBERAL
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberal hanyalah bentuk lain dari sekulerisme yang dibangun di atas sikap berpaling dari syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala , kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasulNya serta menghalangi manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga memerangi orang-orang sholih dan memotivasi orang berbuat kemungkaran, kesesatan pemikiran dan kebejatan moral manusia dibawah slogan kebebasan yang semu. Sebuah kebebasan yang hakekatnya adalah mentaati dan menyembah setan.
Demikianlah nilai-nilai dan pemahaman liberal masuk ke dalam tubuh kaum muslimin. Kita berlindung kepada Allah darinya dan dari semua penyeru ajaran ini.
Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163].
Pemikiran Liberal masuk ke dalam tubuh kaum muslimin melalui para penjajah kolonial. Kemudian disambut orang-orang yang terperangah dengan modernisasi Eropa waktu itu. Muncullah dalam tubuh kaum muslimin madrasah al-Ishlahiyah (aliran reformis) dan madrasah at-tajdîd (aliran pembaharu) serta al-’Ashraniyûn (aliran modernis) yang berusaha menggandengkan Islam dengan liberal ditambah dengan banyaknya pelajar muslim yang dibina para orientalis di negara-negara Eropa.
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran dan pola pemikiran Barat (westernisasi) dan menghilangkan aqidah Islam dari tubuh kaum muslimin serta memberikan jalan kemudahan kepada musuh-musuh Islam dalam menghancurkan kaum muslimin.
Karena itu seorang orientalis bernama Gibb menyatakan: “Reformasi adalah program utama dari liberalisme Barat. Kita tinggal menunggu saja semoga orientasi tersebut dari kalangan reformis bisa menjadi semacam managerial modern untuk menggali nilai-nilai liberalisme dan humanisme”.[Menjawab Modernisasi Islam hal 178].
Tidak sedikit pembatal-pembatal ke-Islaman yang terkandung dalam arus ideologi yang satu ini. Diantaranya:
1. Kekufuran
2. Berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala .
3. Menghilangkan aqidah al-Wala dan bara’.
4. Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum Islam.
Sehingga para ulama menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana tertuang dalam fatwa ulama yang dimuat dalam Harian al-Jazirah, edisi Selasa tanggal 11 Jumada Akhir tahun 1428 H.
ASAS PEMIKIRAN LIBERAL
Secara umum asas liberalisme ada tiga. Yaitu kebebasan, individualisme, rasionalis (‘aqlani, mendewakan akal).
Asas Pertama, Kebebasan : Yang dimaksud dengan asas ini, ialah setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah.
Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [al-Jâtsiyah/45:18].[4].
Asas Kedua, Individualism (al-fardiyah) : Dalam hal ini meliputi dua pengertian.
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan pragmatisme.
Asas ketiga, yaitu rasionalisme (aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:
1. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar materi yang dapat disaksikan (abstrak). Dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, panca indera dan percobaan.
2. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga menurut mereka, manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideology toleransi (Mabda’ at-Tasâmuh). Hakekatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid (menentang Allah dan RasulNya).
Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata. Sehingga menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. Ta’alallahu ‘Amma Yaquluna ‘Uluwaan kabiran (Maha Tinggi Allah dari yang mereka ucapkan).
3. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan versi seluruh kelompok liberal adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hukum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.
ISLAM DAN LIBERAL
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberal hanyalah bentuk lain dari sekulerisme yang dibangun di atas sikap berpaling dari syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala , kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasulNya serta menghalangi manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga memerangi orang-orang sholih dan memotivasi orang berbuat kemungkaran, kesesatan pemikiran dan kebejatan moral manusia dibawah slogan kebebasan yang semu. Sebuah kebebasan yang hakekatnya adalah mentaati dan menyembah setan.
Demikianlah nilai-nilai dan pemahaman liberal masuk ke dalam tubuh kaum muslimin. Kita berlindung kepada Allah darinya dan dari semua penyeru ajaran ini.
Sumber: http://www.facebook.com/pages/Yusuf-Mansur-Network/109056501839
{ 1 komentar... read them below or add one }
paham liberal di Bandung,kajian tafakuran mutiara tauhid yg dibina oleh ir Permadi Alibasya
http://bentengkalbu.blogspot.com/2013/06/bukti-kesesatan-majelis-tafakuran.html
Posting Komentar